Selasa, 05 Oktober 2010

Cakil
Oleh Tjahjono Widijanto

Dibutuhkan segera lowongan kerja menjadi Cakil. Syarat utama: (1) berbadan kuat dan lincah,(2) bersedia senantiasa ikhlas untuk selalu kesakitan, kalah dan dikalahkan.Syarat tambahan: pendidikan minimal SMA tapi diutamakan S-1.
Jagat pewayangan geger. Cakil diberitakan telah raib.Dalang-dalang, wayang-wayang, niyaga-niyaga, bahkan pesinden blingsatan.Mereka tak berkutik,dibuat tak berdaya dengan hilangnya Cakil.Hilangnya Cakil segera berimbas pada sepinya penonton. Kalau toh ada satu dua dalang mencoba mementaskan wayang tanpa Cakil,mereka langsung diprotes oleh penonton.Bahkan ada seorang dalang yang babak-belur dikeroyok penonton karena nekat tak mementaskan adegan perang kembang. Rapat dan musyawarah segera digelar oleh Asosiasi Dalang Indonesia. Rapat memutuskan bahwa Cakil harus segera dicari dan sambil menunggu Cakil ditemukan dibuka lowongan kerja menjadi Cakil baru. Lowongan itu disebarkan di berbagai media massa.
Pada mulanya banyak orang mendaftarkan diri. Mereka tidak saja dari kalangan pengangguran yang butuh pekerjaan, tetapi juga dari berbagai kalangan yang sudah mapan. Mereka penasaran dan ingin menjajal diri berpetualang menjadi Cakil. Ketertarikan mereka lebih didorong rasa heran dan penasaran mengapa ada jenis pekerjaan yang tak lazim. Saking banyaknya, diadakan seleksi ketat dan akhirnya diperoleh sepuluh calon Cakil.Sebelum diangkat menjadi Cakil tetap,mereka diwajibkan bekerja magang dulu selama tiga bulan.Belum sampai dua bulan,kesepuluh calon itu rontok satu per satu.Ada yang tak kuat karena setiap malam babak belur dihajar oleh Arjuna.
Ada yang tak tahan setiap malam harus berjumpalitan sebelum akhirnya benar-benar roboh kehabisan nafas. Ada pula yang tak sanggup melawan kebosanan karena tiap malam harus bedah perutnya kena keris sendiri. Dan yang paling banyak mundur karena para pelamar itu tak sanggup makan hati terusterusan karena harus selalu menjadi jahat dan ujung-ujungnya mesti kalah dengan menyakitkan. Mundurnya calon-calon Cakil itu kembali membuat para dalang blingsatan. Diumumkan kembali iklan lowongan kerja.Kali ini disertai dengan iming-iming gaji sepuluh kali lipat. Bahkan untuk memancing para pelamar juga dengan harapan agar Cakil yang menghilang mau kembali, Asosiasi Dalang memutuskan gaji Cakil akan dibayar dengan dolar Amerika.
Namun, selalu saja para pelamar itu tak sanggup bertahan dan Cakil asli tak juga mau kembali. Jadilah para dalang menganggur, juga niyaga,dan pesinden. Tingginya standar gaji Cakil menimbulkan persoalan baru. Tokoh-tokoh wayang yang lain,terutama wayang dari golongan satria merasa tersinggung dan dilecehkan. Mereka mulai kasak-kusuk. Bagaimana mungkin Cakil wayang raksasa yang tonggos giginya itu bisa demikian tinggi gajinya? Sedangkan golongan mereka,golongan satria, yang selama ini menjadi golongan paling utama yang tampan, gagah, sekaligus memegang peran utama dalam dunia pewayangan malahan berada di bawah gaji Cakil.
Badan Kehormatan Satria akhirnya memutuskan untuk menggelar musyawarah luar biasa kaum satria. “Kakanda Yudistira, ini tidak boleh dibiarkan.Para dalang itu harus segera kita peringatkan.Kalau dibiarkan lama-lama kredibilitas dan kehormatan kita sebagai satria akan hancur.Para satria akan dikalahkan raksasa dan lambat laun dunia pewayangan akan berada dalam genggaman raksasa!” kata Arjuna membuka pembicaraan. “Benar Mbarep Kakangku.Para dalang harus mengembalikan wayang pada khitahnya. Mereka harus diingatkan, dunia wayang adalah dunia satria.Konsep manusia ideal dalam budaya wayang adalah satria pinandita.
Maka jadi tak lucu kalau tiba-tiba saja para dalang itu seenak perutnya menaikkan gaji Cakil melebihi gaji para satria. Itu namanya pelecehan. Itu harus diluruskan!” Bima berteriak lantang sambil mengacungkan tinjunya yang sebesar kelapa. “Coba Kakanda pikir”, si kembar Nakula menyambung,“Mestinya para dalang itu tahu bahwa kita sebagai satria harus dicitrakan sebagai yang gagah, yang halus, yang indah, tanpa cela untuk diteladani kawula alit. Satria itu kan warenaning Allah. Apa gunanya dalang-dalang itu menyanjung kita tiap malam dengan melagukan suluk satria gung binathara bau dhenda anyakrawati,wenang wisesa saknagari, berbudi bawa leksana?
Mestinya gaji kita juga harus paling tinggi dan mahal dong! Lha kok Cakil, raksasa bergigi tonggos itu malahan tiba-tiba mau dibayar dengan dolar. Itu namanya merusak tatanan dan keharmonisan!” Adiknya,si Sadewa tak mau kalah menyampaikan unek-uneknya, “Sejak dulu dari berbagai lakon, mulai dari Bale Sigala-gala, Parta Krama,Wahyu Cakraningrat,Dewa Ruci, Kresna Duta,sampai Bharata Yudha Jaya Binangun, kita para satria yang pegang peranan. Si jelek Cakil itu kan selalu muncul tidak lebih dari setengah jam. Itu pun langsung modar. Enak saja gajinya bisa setinggi itu. Itu tidak adil. Tidak fair! Para dalang itu harus kembali disekolahkan, minimal ditatar atau dikursuskan lagi!”
“Saya curiga. Jangan-jangan dalang-dalang itu bermain mata, berkonspirasi dengan para raksasa melakukan pembunuhan karakter para satria secara sistematis. Minimal mereka sudah mulai otoriter. Sudah mengkhianati demokrasi. Kita seret saja para dalang itu ke jalur hukum.Kita somasi.Biar tahu rasa!” teriak Setyaki lantang disambut dengan teriakan setuju para satria yang lain. Suasana tegang, gaduh dan kacau balau. Ada satria yang berteriak sambil memukul-mukul meja, Ada yang berebut mikrofon untuk berlomba interupsi, ada yang naik ke atas meja,bahkan ada yang melempar gelas ke dinding saking kesal dan marahnya. Gatotkaca yang bertugas memimpin sidang tak mampu mengendalikan suasana.
Yudhistira menggaruk-garuk kepalanya.Ia mengerti bagaimana perasaan saudara-saudaranya juga para satria yang lain. Namun, ia juga paham kesulitan yang dialami para dalang akibat ulah Cakil itu. Kakak sepupunya, Kresna yang biasanya memiliki ide yang brilian, kali ini hanya bisa mengangkat tangan sambil menenggak obat sakit kepala. Akhirnya Kresnadan Yudhistira menemui Ketua Asosiasi Dalang. Yudhistira sengaja tidak mengajak adik-adiknya karena khawatir mereka tidak dapat mengendalikan emosi. Ki Saminto Lebda Carita,si Ketua Asosiasi Dalang, manggutmanggut mendengarkan protes Yudhistira dan Kresna.
Keringat dingin menetes di keningnya. Dilepasnya blangkon hitam yang menutupi kepalanya.Dahinya yang lebar semakin berkilau-kilau dialiri keringat yang makin deras menetes. “Maafkan saya Saudara Kresna dan Yudhistira.Saya paham perasaan Saudara-Saudara.Tapi ini benarbenar keadaan darurat.Keputusan menetapkan gaji tinggi untuk Cakil semata-mata demi kebaikan bersama. Dengan gaji tinggi kita berharap Cakil mau kembali atau minimal ada yang mau jadi Cakil baru.Dengan demikian kita semua dapat bekerja lagi. Kalau terusterusan tidak ada Cakil,kita semua akan jadi pengangguran.Bagaimana nanti nasib para niyaga dan sinden?
Mohon keikhlasan saudarasaudara satria untuk sedikit mengorbankan harga diri demi kebaikan bersama!” katanya mencoba menjelaskan. “Tapi ini merugikan pihak kami sebagai golongan satria. Mestinya para dalang tidak boleh sepihak begitu dong! Bagaimanapun juga kami kaum satria memiliki kehormatan lebih tinggi dibanding para raksasa itu. Kalau nanti ganti dari pihak satria yang boikot gimana? Seandainya para satria yang tersinggung lantas mogok bermain, apa Sampeyan berani bertanggung jawab? Apa Sampeyan berani memainkan atau buat lakon carangan yang isinya raksasa saja?!” Kresna berteriak penuh emosi.
Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang dan alot, dicapai kesepakatan bahwa naiknya gaji Cakil hanya sekadar pancingan dan bersifat sementara. Para dalang berjanji bilamana Cakil sudah ada atau sudah kembali, gajinya akan kembali berada di bawah standar gaji para satria. Sebagai kompensasi, para dalang menaikkan beberapa tunjangan dan penambahan fasilitas para satria.

***
Cakil berjalan tengadah menyusur malam. Suram cahaya bulan menelan wajahnya. Insting dan pengalaman kriminalnya di dunia pewayangan membawa kakinya sampai di jalan-jalan sepanjang Dolly. Mulutnya ternganga menyaksikan bagaimana lampu warna-warni dan suara hentakan musik mengudeta sinar bulan dan suara malam.Giginya yang tonggos rasa-rasanya semakin memanjang melihat perempuan-perempuan cantik berdandan ketat terpajang seperti ikan hias di akuarium. “Ckk, ckk. Gila, dahsyat sekali. Kenapa nggak dulu-dulu minggat dari dunia wayang. Rugi dah aku!” desisnya.
Kehadirannya langsung membuat geger lokalisasi itu. Semua orang dengan takjub memandang padanya sambil berbisik-bisik. Nama dan wajahnya yang cukup populer di dunia wayang seperti magnet menghipnotis orang-orang dilokalisasi itu untuk menyebut namanya dengan hormat dan gemetar. Orang-orang mengeluelukannya, berteriak-teriak dan berebutan untuk berjabat tangan. Tak ketinggalan para wanita di kompleks itu berebutan keluar menyambut dan meminta Cakil mampir di kamarnya Mereka berlombalomba berteriak merayu, merebut perhatian dan menawari tidur bersama dengan gratisan.
“Cipir godhong tela, Mas Cakil nggak mampir hatiku kecewa lho!” kata seorang wanita langsing berambut keriting. “Tanjung perak Mas, kapale kobong.Mangga pinarak Mas Cakil, kamarnya kosong kok..!” kata seorang lagi berambut lurus dan berhidung mancung sambil mengedip- ngedipkan mata menggoda. “Mas Cakil, alang-alang pinggir kali. Nggak bisa goyang dijamin diulangi lhoMas!”kata Metty wanita tercantik di kompleks itu sambil memegang tangan Cakil. Cakil merasa tersanjung.Di dunianya dulu jangankan dipegang wanita,digoda pun tak pernah.Cakil langsung teringat pada musuh besarnya, Arjuna.Wanita-wanita hanya untuk Arjuna dan satria, bukan untuk raksasa. Ia terharu. Matanya berkaca-kaca.
Seumurumur baru kali ini ia disambut begitu banyak orang dengan demikian tulus dan antusias. Cakil tinggal di kompleks itu. Kedatangannya seakan-akan berkah bagi warga,Berita kedatangannya sampai di mana-mana. Berduyun- duyun orang-orang berdatangan untuk mengelu-elukannya. Cakil menjadi idola baru. Hidupnya serbacukup.Cindera mata dari hari ke hari makin menumpuk mulai dari sapu tangan, pipa rokok, handuk, baju hingga barang elektronik. Bahkan ada seseorang yang konon pejabat Pemda memberinya hadiah sebuah mobil. Kehadirannya membuat iri Maus, preman yang selama ini menguasai kawasan Dolly dan sekitarnya.
Maus mengumpulkan anak buahnya. Mereka mendatangi Cakil, memaksanya untuk pergi. Penjelasan Cakil bahwa ia tak berambisi merebut pengaruh dan kekuasaan tak digubrisnya. Cakil ditantang berkelahi. Cakil malas menanggapinya.Ia sudah bosan berkelahi.Tapi Maus memaksa dan mengeroyoknya beramai- ramai. Naluri jagoannya dengan reflek muncul.Dalam hitungan detik saja Maus dan kawankawannya dapat dirobohkan. Namun, mereka diampuni bahkan tetap dipercaya memegang keamanan seluruh kompleks. Makin hari nama Cakil makin harum. Pengaruh dan wibawanya tersebar ke mana-mana. Cakil dianggap sebagai sahabat, sebagai bapak, sebagai pelindung, pemimpin, dituakan dan dianggap sebagai sesepuh.
Disegani tidak saja di kalangan preman, tapi juga di kalangan rakyat biasa, tentara, polisi dan aparat pemerintahan kota. Cakil telah menjelma jadi Robin Hood sekaligus selebritas.Pergaulannya semakin lama makin bertambah luas. Tidak saja dari kalangan preman, pelacur dan tukang berkelahi, tapi juga di kalangan golongan masyarakat mapan seperti pedagang,dosen,guru, mahasiswa,pelajar,dokter bahkan pejabat. Pergaulannya dengan para mahasiswa membuat Cakil fasih menggalang dan menggelar demonstrasi- demonstrasi. Dari para pedagang dan pengusaha Cakil belajar bagaimana menjalankan bisnis. Bisnis dan perusahaannya berkembang dengan pesat dan menggurita.
Keberhasilan demi keberhasilan yang diperolehnya tak membuat Cakil puas. Ia bertekat mengembangkan perusahaannya ke level internasional. Cakil membidik sebuah tender raksasa bertaraf internasional di ibu kota.Dikumpulkannya segenap penasihat ekonomi dan konsultannya untuk menyusun strategi. “Bos, kita harus melakukan pendekatan informal bila ingin tender mega proyek ini dapat kita garap. Sekarang ini jamannya jaman lobi. Kita harus kreatif dan inovatif. Saya punya kenalan yang dapat menghubungkan Bos dengan pejabat pemerintahan pusat setingkat menteri yang mengurusi masalah ini.
Bos juga harus menemui Bapak Y, seorang anggota senior Dewan Perwakilan yang turut menentukan. Sebaiknya Bos menemui mereka dan negosiasi untuk mendapatkan rekomendasi,” saran Drs Sus salah seorang penasihatnya yang tepercaya. Pada hari yang ditentukan diantar Drs Sus dan kenalannya, Cakil menemui pejabat tinggi itu. Cakil sudah menyiapkan beberapa lembar cek dan sebuah kunci mobil keluaran terbaru buatan luar negeri. Mereka diminta untuk menunggu karena sang pejabat masih metting dengan duta besar negara sahabat. Waktu seperti merangkak. Hampir dua jam Cakil menunggu. Cakil sangat tersiksa. Sebagai raksasa,Cakil sama sekali tidak terlatih untuk bersikap sabar. Akhirnya setelah hampir bosan menunggu,sekretaris meminta Cakil memasuki ruangan sang Pejabat.
Dengan berdebar-debar Cakil melangkah ke dalam ruangan. Sang Pejabat duduk di atas kursi dengan tubuh membelakangi Cakil sambil asyik menerima telepon. Mendengar salam dari Cakil, sang pejabat meletakkan telepon dan memutar kepalanya memandang wajah Cakil. Cakil langsung terpekik.Kepala dan jantungnya serasa meledak ketika melihat sang pejabat tersenyum menyeringai padanya. Seringai dari wajah yang sangat dikenalnya, wajah Arjuna! Cakil menjerit melolong-lolong terbang berlari keluar ruangan meninggalkan Sus dan kenalannya yang melongo. Cakil langsung tancap gas.
Mobilnya meraung-raung membelah keramaian kota langsung menuju Gedung Dewan Perwakilan.Harapannya tinggal satu,Pak Y anggota senior di Dewan Perwakilan. Sampai di gedung Dewan Perwakilan, Cakil langsung menuju ruangan Pak Y. Seorang petugas keamanan berusaha menahannya dan mengatakan bahwa Pak Y sedang rapat dengan anggota dewan yang lain.Cakil tak peduli.Ia nekat masuk ruangan.Petugas keamanan itu berusaha meringkusnya.Dengan satu gerakan judo, Cakil membantingnya. Pintu ruangan dibukanya lebar. Tampak puluhan anggota Dewan Perwakilan sedang rapat.Cakil menerobos masuk.Pak Y mengangkat muka dan melambaikan tangan memanggilnya. Cakil langsung memekik dan jatuh tersungkur.
Dilihatnya wajah Kresna tersenyum penuh kemenangan. Cakil juga dengan jelas me-lihat wajah Yudistira, Bima, Nakula, Sadewa, Setyaki, Abimanyu, dan satria-satria lain.Semuanya mengenakan pin anggota Dewan Perwakilan di bajunya. Mereka tertawa dan bersorak penuh kemenangan. Cakil susah payah bangkit,sempoyongan berlari sambil menjeritjerit. Mobilnya tak lagi diingatnya. Berlari serabutan melintasi jalan raya. Diterjangnya kendaraankendaraan yang lalu lalang. Kendaraan-kendaraan menjeritjerit remnya disusul dengan makian pengemudinya. Cakil tak peduli, terus berlari secepat-cepatnya. Bahkan kadang-kadang ia meloncati begitu saja mobil-mobil yang menghadangnya. Ia tak lagi memedulikan arah dan tujuan.
Yang ada dalam pikirannya hanya satu.Segera meninggalkan tempat terkutuk itu dan menghilang selamanya dari para satria. Sampai di dekat perempatan jalan di bawah tiang lampu traffic light. Cakil beristirahat. Nafasnya ngos-ngosan hampir putus. Tibatiba sebuah mobil BMW warna hitam keluaran terbaru berhenti di sisinya. Jendela kaca terbuka. Cakil melihat sebuah wajah dengan pakaian necis berdasi dan berkacamata menyapanya,“ Mau ikut numpangBung?” Cakil melongo.
Sejurus kemudian melolong dan memekik panjang sekali.Panjang dan mengirisiris telinga. Ia tak pangling.Pengemudi mobil BMW mewah necis berdasi itu: Semar! Cakil menggelosor pingsan.(*)

 (Seputar Indonesia Edisi 2 Oktober 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar